HIDUP adalah disaat merajut pagi dengan benang asa
MATI adalah disaat menenggelamkan asa dilautan tak berujung
by orienee

Minggu, 04 Desember 2011

Diary 4 Dec 2011 at 6.50pm
Aku tertatih menggapai hari, kukuatkan nafasku agar kumampu menantang mentari........hatiku sdh luka dan berdarah, rasanya tak mampu lagi bertahan.......
Duh Gusti...jangan kau cobai diriku melebihi kemampuanku.....hamba benar2 lunglai Gusti.....beban ini terlalu berat hamba tahan....sendiri......
Sejenak kurehatkan jiwaku di pembaringan........untuk apa smua ini...tanyaku perlahan....setelah smua perjuanganku mungkin selanjutnya hanya tinggal debu........kemudian untuk apa harus bermandi darah dan airmata...........????????.....Semakin pening....





Minggu, 05 Juni 2011

Diary, 10 Sept '02 ; 8.15 am

(saat teringat "Yang Terindah" berlalu pergi)

 Kembali aku terpekur pada sore itu
Saat hujan bertanya padaku "Mengapa hanya berdiri saja, mengapa tidak masuk dan buang kabut digunung terjal itu"
"Bangunkan dia dengan nafasmu, tampar dia dengan eksistensimu, pukul dia dengan mimpimu"

Tapi aku meragu dan tetap berdiri memandang keangkerannya
Akupun mulai lelah untuk melangkah lagi
Entah sudah berapa kali aku terjungkal dalam gelapnya
Hatiku telah teraja oleh terjalnya

Setengah teriak hujanpun menghardikku
"Bodoh....cepat masuk sebelum dia benar-benar membatu"
"Jangan biarkan aku membuatmu mengigil disini"
"Masuk dan teriaklah sepuasmu hingga tubuhmu terbakar dan melelahkannya"
"Jangan biarkan dia menghempasmu begitu saja, gugat konsekuensinya dengan tatapan liarmu, ikat dengan opinimu"
"Jangan biarkan sinisnya melumpuhkanmu, mematahkanmu, mencengkeramnu hingga tak mampu bernafas"

Aneh, tubuhku tak mampu kugerakkan
Aku hanya mampu termangu dan terpaku dalam kesombongannya
Kutak bisa melangkah meski hanya setapak
Asaku terpenjara diantara dinding terjalnya
Seketika tubuhku membara meski hujan beribu kali mengguyurku
"Aku tak bisa.....aku tak kuat......aku tak mampu....aku benci dia....sangat benci dia......",desisku tertahan

Kurasakan kakiku memaksa dan membawaku berlari menjauh
Dan.....semakin menjauh meski semakin aku terkoyak
Kudengar hujan mencercaku keras
"Bodoh....Lemah.....Rentan.....Keras Kepala.....!!!!!!!!"
Aku tak peduli, kakiku semakin kencang berlari
Aku terlanjur jatuh dalam baraku dan aku tak ingin berpaling
Aku tak ingin menatapmu, aku tank ingin mendakinya, aku tak ingin jatuh dalam terjalnya, aku tak ingin terselimuti kabutnya selama nafasku ada
Aku tetap berlari meski kakiku mulai lumpuh, meski hujan semakin mencercahku pedas

Sabtu, 04 Juni 2011

Ketika hati dipaksa berpaling dan menerima pilihan orangtua

Diary Sept 6 2002; 7.45 am

Aku  berjalan tanpa roh, mengelilingi bumi tanpa makna
Berpijak dalam perbatasan siang dan malam
Taman bunga adalah sepetak sampah
Riuh pecah gelombang adalah sunyi pekuburan
Melodi pagi adalah terompet kematian
Semua berbaur tanpa batas-batas
Pelangi hanya sebagai hitam putih dalam remang
Puisipun tercipta kosong dari mulut seorang perawan terikat budi

Aku berjalan tanpa roh, mengelilingi bumi tanpa makna
Terhempaspasrah tanpa asa
Dalam guratanNya


Diary Sept 7 2002; 03.00 pm

Kukubur jiwamu dalam palung hatiku
Kucium terakhir nisanmu seraya berucap

     "cukup......aku akan pergi"

Kemudian kulari dari pintumu
Kumemaksa keluar hingga jari-jariku berdarah
Dan tersungkur aku didepan pintumu.......terisak!!!!!
Sedang bunyi klakson semakin keras memukul gendangku
Waktu semakin memaksaku berlari lagi meski kakiku lumpuh
     
     "lihatlah tenagaku terkuras untuk menguburmu,
      sekarangaku tak punya tenaga lagi untuk berlari"
     "lihatlah air mataku yang terus mencair, 
      karna mentari terlalu panas untukku"
     "lihatlah aku yang semakin kuyu nematap nisanmu tanpa daya"

Dan....suaraku semakin hilang ditengah klakson yang semakin keras
 

Jumat, 03 Juni 2011

Diary, August 9th of 2002; 11.40 am

Penat meracuni nadiku
melumpuhkan persendianku
menguburkan semua warnaku
terpojok aku dari realita
sedang nafasku kian berat
hingga tenggelam dalam lautan lepas

ingin kuhentikan laju waktu, agar mentariku slalu bersinar
ingin kurengkuh wajahmu, agar berlalu pekat kelabuku
ingin kunikmati detak jantungmu, agar badai segera berlalu

namun terbelenggu aku untuk berlari
sedang bibirkupun kosong tanpa teriak
hingga....
terpuruk aku disini seperti waktu lalu

Diary, 14 Januari 1998

Symphony terluka

Tersedak kata tak bermakna
Memperdengarkan debur ombak
dalam lukisan bisu
Sepoi angin yang tercipta
Hanyalah tamparan sutra ungu
tanpa jiwa
sgalanya adalah ilusi
yang terputar dalam gedung opera
penuh debar namun sesaat
dan...
tinggal sentilan kutilang
yang tak terjemahkan
dalam kamus hidup
yang terasa hanyalah
hawa dingin menyentuh kuduk
 

Diary, August 1996

BADAI

Guntur menggema disini,
dalam pagi buta yang berkabut
tipis selembut sutra
sisa asa menggumpal disela roda pedati
membawanya bernostalgia: di sawah, di gurun, di pantai, di nirwana
namun.....
tak sepenggalpun pelangi yang ada
merah dan hijau berbaur dalam debur ombak
hilang.......
tinggal segaris hitam membelah jantung hati

SINGKAP

Hingar bingar  deru roda
yang bergesekan disela ranting flamboyan
membangkitkan ratusan bangkai
tersembunyi dibawah air mata
yang jatuh mengguncang mega
pedagang kuyu penuh hutang dan janji
tiada mampu tegak dipandang
dusta membara

DINGIN

kelabu cakrawala menyebarkan dan meratakan dingin sejagad
membekukan asa yang menggantung disela-sela hari
menggulirkan pekat yang terus menggulung mentari
hingga tiada terbit yang mematikan simponi kutilang